Peta Kalimantan Tengah |
Kalimantan
Tengah merupakan propinsi ke 17 di Indonesia, dengan gubernur pertama Tjilik Riwut.. Kal-Teng secara astronomis terletak
pada 3º 50' Lintang
Selatan - 1º 10' Lintang
Utara 110º 20' - 116º 0' Bujur Timur. Secara geografis berbatasan dengan
propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur di sebelah utara, Laut Jawa di
sebelah selatan, Kalimantan Barat disebelah barat, Propinsi Kalimantan Selatan
di sebelah Timur. Luas wilayah Kal-Teng secara keseluruhan adalah 157.983 km² dan berpenduduk sekitar
2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki dan 1.054.721 perempuan
(hasil Sensus Penduduk
Indonesia 2010).
Kalimantan Tengah memiliki budaya yang sangat
beragam mulai dari agama, suku dan bahasa , walaupun demikian masyarakat Dayak
penduduk asli Kalimantan Tengah tetap menjaga persatuan agar perbedaan yang ada
tidak menjadi masalah bagi mereka. Sikap toleransi antar umat beragama mejadi
salah satu contoh bagaimana warga Kal-Teng menjaga kerukunan diantaranya.
Huma Betang Kal-Teng |
“Huma Betang” adalah dalam istilah sehari-hari “rumah besar” yang
dihuni banyak orang dengan beragam agama dan kepercayaan tetapi tetap
rukun nan damai.
Sehingga Huma Betang adalah sebuah simbol dan filosofis kehidupan masyarakat di Kalimantan Tengah (Kalteng) seperti yang terlihat di Kota Palangka Raya, Ibukota Provinsi Kalteng, kata Wali Kota Palangka Raya, Riban Satia.
Ketika menerima kunjungan Dirut LKBN Antara, Ahmad Mukhlis Yusuf beserta rombongan di rumah jabatannya (Kamis 2/8), Riban Satia bercerita banyak mengenai konsep kerukunan Huma Betang dalam adat masyarakat Dayak Kalteng.
Adapun rumah besar dimaksud bila diartikan secara luas sekarang ini, tentu tidak sebatas sebuah rumah, tetapi sudah sebuah wilayah, atau kawasan yakni se-Kalimantan Tengah.
Susana seperti itu sudah terlihat sejak lama sejak adanya rumah betang yang merupakan rumah adat dan khas Suku Dayak di Kalimantan Tengah.
Mereka yang hidup di “rumah betang” ini terdapat berbagai ragam kepercayaan apakah ia masih menganut kepercayaan lama yang di di Kalimantan Tengah “Kaharingan” atau ada pula yang sudah berpindah pada kepercayaan lain seperti Islam maupun kristen.
Melalui konsep huma betang itu pula berbagai program pembangunan di wilayah ini diterapkan, artinya masyarakat diajak secara toleran dan bahu membahu membangun wilayah.
Dalam “huma betang” tidak pernah terjadi perselisihan yang berarti kerena tingkat kekeluargaan atau kekerabatan yang sangat tinggi.
Dengan filosofi “Huma Betang” ini maka mereka tidak pernah menolak kehadiran tamu dari mana saja untuk tinggal di rumah betang, sejauh tamu tersebut mengikuti filosofi “di mana langit di junjung di situ bumi di injak”.
Penuh Toleran
Toleran merupakan sikap budaya yang dikembangkan dalam pembangunan masyarakat untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
Toleransi muncul di kalangan masyarakat Dayak yang juga disebut dengan kearifan lokal di huma Betang ini, seperti perbedaan kepercayaan antara anak dengan orang tua, kakak dan adik, atau terhadap mereka yang ada di sekitarnya.
Budaya yang sudah turun temurun, yaitu jika sekelompok warga mau melaksanakan upacara ritual keagamaan, maka bagi penganut agama atau kepercayaan lain, ikut bersiapkan berbagai bahan, berupa beras, ayam, minyak goreng, garam dan lain-lain.
Agar para penganut kepercayaan beda turut merasakan segala suka cita mereka dalam kebersamaan.
Sehingga Huma Betang adalah sebuah simbol dan filosofis kehidupan masyarakat di Kalimantan Tengah (Kalteng) seperti yang terlihat di Kota Palangka Raya, Ibukota Provinsi Kalteng, kata Wali Kota Palangka Raya, Riban Satia.
Ketika menerima kunjungan Dirut LKBN Antara, Ahmad Mukhlis Yusuf beserta rombongan di rumah jabatannya (Kamis 2/8), Riban Satia bercerita banyak mengenai konsep kerukunan Huma Betang dalam adat masyarakat Dayak Kalteng.
Adapun rumah besar dimaksud bila diartikan secara luas sekarang ini, tentu tidak sebatas sebuah rumah, tetapi sudah sebuah wilayah, atau kawasan yakni se-Kalimantan Tengah.
Susana seperti itu sudah terlihat sejak lama sejak adanya rumah betang yang merupakan rumah adat dan khas Suku Dayak di Kalimantan Tengah.
Mereka yang hidup di “rumah betang” ini terdapat berbagai ragam kepercayaan apakah ia masih menganut kepercayaan lama yang di di Kalimantan Tengah “Kaharingan” atau ada pula yang sudah berpindah pada kepercayaan lain seperti Islam maupun kristen.
Melalui konsep huma betang itu pula berbagai program pembangunan di wilayah ini diterapkan, artinya masyarakat diajak secara toleran dan bahu membahu membangun wilayah.
Dalam “huma betang” tidak pernah terjadi perselisihan yang berarti kerena tingkat kekeluargaan atau kekerabatan yang sangat tinggi.
Dengan filosofi “Huma Betang” ini maka mereka tidak pernah menolak kehadiran tamu dari mana saja untuk tinggal di rumah betang, sejauh tamu tersebut mengikuti filosofi “di mana langit di junjung di situ bumi di injak”.
Penuh Toleran
Toleran merupakan sikap budaya yang dikembangkan dalam pembangunan masyarakat untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
Toleransi muncul di kalangan masyarakat Dayak yang juga disebut dengan kearifan lokal di huma Betang ini, seperti perbedaan kepercayaan antara anak dengan orang tua, kakak dan adik, atau terhadap mereka yang ada di sekitarnya.
Budaya yang sudah turun temurun, yaitu jika sekelompok warga mau melaksanakan upacara ritual keagamaan, maka bagi penganut agama atau kepercayaan lain, ikut bersiapkan berbagai bahan, berupa beras, ayam, minyak goreng, garam dan lain-lain.
Agar para penganut kepercayaan beda turut merasakan segala suka cita mereka dalam kebersamaan.
Selain berfungsi sebagai rumah adat, Huma Betang memiliki filosofi kehidupan yang
sangat dalam dan mendasar bagi masyarakat Dayak. Filosofi Huma Betang
diantaranya adalah :
1. Hidup rukun dan damai walaupun terdapat banyak perbedaan.
1. Hidup rukun dan damai walaupun terdapat banyak perbedaan.
Huma Betang dihuni oleh 1 keluarga besar yang terdiri dari berbagai
agama dan kepercayaan, namun mereka selalu hidup rukun dan damai. Perbedaan
yang ada tidak dijadikan alat pemecah diantara mereka.
Seiring dengan berkembangnya zaman , masyarakat Dayak sudah mulai
meninggalkan rumah adatnya dan beralih kepada tempat tinggal yang lebih modern.
Walaupun demikian keharmonisan tidak hanya terjadi di Huma Betang. Seluruh
masyarakat Kalimantan Tengah selalu
menjaga keharmonisan itu dengan cara saling hormat menghormati dan juga sikap
toleransi.
2. Bergotong
Royong.
Perbedaan yang ada tidak membuat penghuni Huma betang memikirkan
kelompoknya sendiri. Mereka slalu bahu-membahu dalam melakukan sesuatu,
misalnya apabila ada kerusakan di Huma Betang . mereka bersama-sama
memperbaikinya , tidak memandang agama ataupun suku. Tidak hanya di Huma Betang, Seluruh
masyarakat Kalimantan Tengah diharapkan juga bahu-membahu dalam membangun
daerahnya tidak memandang suku bahkan agama.
3. Menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan kekeluargaan.
Mandau , senjata tradisional Dayak |
Pada dasarnya setiap penghuni rumah
menginginkan kedamaian dan kekeluargaan. Apabila ada perselisihan akan di cari
pemecahnya dengan cara damai dan kekeluargaan. Begitu pula di Huma Betang ,
masyarakat Dayak cinta damai dan mempunyai rasa kekeluargaan yang tinggi.
Peristiwa kerusuhan Sampit tahun 2001 lalu
adalah masa kelam provinsi ini , dalam kerusuhan ini terjadi antara masyarakat
suku Dayak dan Masyarakat suku pendatang dari pulau Jawa yaitu suku Madura. Perselisihan
yang ada sempat membuat provinsi ini tidak aman, perkelahian dimana-mana , termasuk
peristiwa pembantaian. Perselisihan terjadi sangat alot, sampai saat perdamaianpun
tiba. Demi kedamaian juga keamanan Kal-Teng mereka bersedia berdamai.
4. Menghormati
Leluhur.
Upacara Tiwah |
Setelah masuknya agama-agama baru seperti Hindu,
Kristen, dan Islam, banyak masyarakat Dayak berganti kepercayaan. Walaupun demikian
masih ada sebagian dari mereka yang menganut agama nenek moyang yaitu Kaharingan.
Untuk menghormati leluhur mereka , masyarakat suku Dayak melakukan upacara
adat. Upacara adat tersebut terdiri dari ritual membongkar makam leluhur dan
membersihkan tulang belulangnya untuk kemudian disimpan di dalam sanding yang
telah dibuat bersama-sama.
Jadi kesimpulan dari filosofi Huma Betang
masyarakat Suku Dayak adalah kebersamaan di dalam
perbedaan (togetherness in diversity),
artinya ada semangat persatuan, etos kerja dan toleran yang tinggi untuk
mengelola secara bersama-sama perbedaan itu dan berkompetisi secara jujur,
sehingga tidak akan menjadi jurang yang memisahka —sekaligus menghancurkan.
Hendaknya semangat filosofi suku Dayak itulah yang patut kita warisi dan
junjung tinggi. Untuk dan atas nama kebersamaan di kehidupan yang lebih luas—di
dalam mengelola sebuah ‘huma betang’ yang lebih besar bernama Indonesia.
sumber: http://andhinaimagination.blogspot.com/2014/05/huma-betang-falsafah-kearifan-suku-dayak.html