Kamis, 30 April 2015

Kahanjak Hoang Ije Huma Betang

Kalteng
Peta Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah merupakan propinsi ke 17 di Indonesia, dengan gubernur pertama Tjilik Riwut.. Kal-Teng secara astronomis terletak pada 3º 50' Lintang Selatan  - 1º 10' Lintang Utara  110º 20' - 116º 0' Bujur Timur. Secara geografis berbatasan dengan propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur di sebelah utara, Laut Jawa di sebelah selatan, Kalimantan Barat disebelah barat, Propinsi Kalimantan Selatan di sebelah Timur. Luas wilayah Kal-Teng secara keseluruhan adalah   157.983 km² dan berpenduduk sekitar 2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki dan 1.054.721 perempuan (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).

Kalimantan Tengah memiliki budaya yang sangat beragam mulai dari agama, suku dan bahasa , walaupun demikian masyarakat Dayak penduduk asli Kalimantan Tengah tetap menjaga persatuan agar perbedaan yang ada tidak menjadi masalah bagi mereka. Sikap toleransi antar umat beragama mejadi salah satu contoh bagaimana warga Kal-Teng menjaga kerukunan diantaranya.






Huma Betang 
Huma Betang Kal-Teng
 Huma Betang adalah rumah adat masyarakat Kalimantan Tengah. Rumah yang dibangun dengan cara gotong royong  ini berukuran besar dan panjang mencapai 30 – 150 meter , lebarnya antara 10-30 meter , bertiang tinggi antara 3-4 meter dari tanah. Penghuni Huma Betang bisa mencapai seratus bahkan dua ratus jiwa yang merupakan satu keluarga besar dan dipimpin oleh seorang Bakas lewu atau Kepala Suku. Huma Betang dibuat tinggi dengan maksud untuk menghindari dari banjir, serangan musuh, dan juga binatang buas. Lantai dan dindingnya terbuat dari kayu , sedangkan dibagian atap terbuat dari sirap. Kayu yang dipilih untuk membangun Huma Betang ini ialah kayu ulin selain ati rayap , kayu ulin mampu bertahan hingga ratusan tahun.
“Huma Betang” adalah dalam istilah sehari-hari “rumah besar” yang dihuni banyak orang dengan beragam agama dan kepercayaan tetapi tetap rukun nan damai.
Sehingga Huma Betang adalah sebuah simbol dan filosofis kehidupan masyarakat di Kalimantan Tengah (Kalteng) seperti yang terlihat di Kota Palangka Raya, Ibukota Provinsi Kalteng, kata Wali Kota Palangka Raya, Riban Satia.
Ketika menerima kunjungan Dirut LKBN Antara, Ahmad Mukhlis Yusuf beserta rombongan di rumah jabatannya (Kamis 2/8), Riban Satia bercerita banyak mengenai konsep kerukunan Huma Betang dalam adat masyarakat Dayak Kalteng.
Adapun rumah besar dimaksud bila diartikan secara luas sekarang ini, tentu tidak sebatas sebuah rumah, tetapi sudah sebuah wilayah, atau kawasan yakni se-Kalimantan Tengah.
Susana seperti itu sudah terlihat sejak lama sejak adanya rumah betang yang merupakan rumah adat dan khas Suku Dayak di Kalimantan Tengah.

Mereka yang hidup di “rumah betang” ini terdapat berbagai ragam kepercayaan apakah ia masih menganut kepercayaan lama yang di di Kalimantan Tengah “Kaharingan” atau ada pula yang sudah berpindah pada kepercayaan lain seperti Islam maupun kristen.
Melalui konsep huma betang itu pula berbagai program pembangunan di wilayah ini diterapkan, artinya masyarakat diajak secara toleran dan bahu membahu membangun wilayah.
Dalam “huma betang” tidak pernah terjadi perselisihan yang berarti kerena tingkat kekeluargaan atau kekerabatan yang sangat tinggi.

Dengan filosofi “Huma Betang” ini maka mereka tidak pernah menolak kehadiran tamu dari mana saja untuk tinggal di rumah betang, sejauh tamu tersebut mengikuti filosofi “di mana langit di junjung di situ bumi di injak”.
Penuh Toleran
Toleran merupakan sikap budaya yang dikembangkan dalam pembangunan masyarakat untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.

Toleransi muncul di kalangan masyarakat Dayak yang juga disebut dengan kearifan lokal di huma Betang ini, seperti perbedaan kepercayaan antara anak dengan orang tua, kakak dan adik, atau terhadap mereka yang ada di sekitarnya.
Budaya yang sudah turun temurun, yaitu jika sekelompok warga mau melaksanakan upacara ritual keagamaan, maka bagi penganut agama atau kepercayaan lain, ikut bersiapkan berbagai bahan, berupa beras, ayam, minyak goreng, garam dan lain-lain.
Agar para penganut kepercayaan beda turut merasakan segala suka cita mereka dalam kebersamaan.


Selain berfungsi sebagai rumah adat,  Huma Betang memiliki filosofi kehidupan yang sangat dalam dan mendasar bagi masyarakat Dayak. Filosofi Huma Betang diantaranya adalah :
 1. Hidup rukun dan damai walaupun terdapat banyak perbedaan.
Huma Betang dihuni oleh 1 keluarga besar yang terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan, namun mereka selalu hidup rukun dan damai. Perbedaan yang ada tidak dijadikan alat pemecah diantara mereka.
Seiring dengan berkembangnya zaman , masyarakat Dayak sudah mulai meninggalkan rumah adatnya dan beralih kepada tempat tinggal yang lebih modern. Walaupun demikian keharmonisan tidak hanya terjadi di Huma Betang. Seluruh masyarakat Kalimantan Tengah  selalu menjaga keharmonisan itu dengan cara saling hormat menghormati dan juga sikap toleransi.

2.      Bergotong Royong.
Perbedaan yang ada tidak membuat penghuni Huma betang memikirkan kelompoknya sendiri. Mereka slalu bahu-membahu dalam melakukan sesuatu, misalnya apabila ada kerusakan di Huma Betang . mereka bersama-sama memperbaikinya , tidak memandang agama ataupun  suku. Tidak hanya di Huma Betang, Seluruh masyarakat Kalimantan Tengah diharapkan juga bahu-membahu dalam membangun daerahnya tidak memandang suku bahkan agama.

3.      Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan kekeluargaan.
Senjata Tradisional Dayak
Mandau , senjata tradisional Dayak

Pada dasarnya setiap penghuni rumah menginginkan kedamaian dan kekeluargaan. Apabila ada perselisihan akan di cari pemecahnya dengan cara damai dan kekeluargaan. Begitu pula di Huma Betang , masyarakat Dayak cinta damai dan mempunyai rasa kekeluargaan yang tinggi.
Peristiwa kerusuhan Sampit tahun 2001 lalu adalah masa kelam provinsi ini , dalam kerusuhan ini terjadi antara masyarakat suku Dayak dan Masyarakat suku pendatang dari pulau Jawa yaitu suku Madura. Perselisihan yang ada sempat membuat provinsi ini tidak aman, perkelahian dimana-mana , termasuk peristiwa pembantaian. Perselisihan terjadi sangat alot, sampai saat perdamaianpun tiba. Demi kedamaian juga keamanan Kal-Teng mereka bersedia berdamai.

4.      Menghormati Leluhur.
ritual adat
Upacara Tiwah

Setelah masuknya agama-agama baru seperti Hindu, Kristen, dan Islam, banyak masyarakat Dayak berganti kepercayaan. Walaupun demikian masih ada sebagian dari mereka yang menganut agama nenek moyang yaitu Kaharingan. Untuk menghormati leluhur mereka , masyarakat suku Dayak melakukan upacara adat. Upacara adat tersebut terdiri dari ritual membongkar makam leluhur dan membersihkan tulang belulangnya untuk kemudian disimpan di dalam sanding yang telah dibuat bersama-sama.





Jadi kesimpulan dari filosofi Huma Betang masyarakat Suku Dayak adalah kebersamaan di dalam perbedaan (togetherness in diversity), artinya ada semangat persatuan, etos kerja dan toleran yang tinggi untuk mengelola secara bersama-sama perbedaan itu dan berkompetisi secara jujur, sehingga tidak akan menjadi jurang yang memisahka —sekaligus menghancurkan. Hendaknya semangat filosofi suku Dayak itulah yang patut kita warisi dan junjung tinggi. Untuk dan atas nama kebersamaan di kehidupan yang lebih luas—di dalam mengelola sebuah ‘huma betang’ yang lebih besar bernama Indonesia.



 
sumber: http://andhinaimagination.blogspot.com/2014/05/huma-betang-falsafah-kearifan-suku-dayak.html

Tak Apa Bila Aku Seperti Dandelion Dan Edelweis 2

Edelweis adalah bunga yang pasti sudah tak asing lagi bagi para penggiat alam bebas mendaki gunung, karena bunga abadi ini saat ini hanya mampu tumbuh dan besar di ketinggian gunung dan memerlukan sinar matahari penuh. Bunga cantik ini memang akrab dengan para pendaki dan mengilhami banyak orang melalui keindahan dan keabadian yang ditampilkannya. Tak heran kalau bunga ini disebut sebagai bunga abadi, karena mekar dalam waktu yang cukup lama.

Kemauan dan kesadaran yang gigih dari kita untuk membuat Edelweis tetap menjadi bunga abadi dan tumbuh di alamnya. Biarkan dia disana untuk menyambut para pendaki dengan indahnya. Jaga Edelweis dari hati.

Edelweis (kadang ditulis eidelweis) atau Edelweis Jawa (Javanese edelweiss) juga dikenal sebagai Bunga Abadi yang mempunyai nama latin Anaphalis javanica, adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Indonesia. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian maksimal 8 m dengan batang mencapai sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m.

Di balik keindahan dari bunga edelweis ternyata tersimpan sebuah mitos, dimana bagi yang memberikan bunga ini kepada pasangannya, maka cintanya akan abadi. Tidak sedikit para pencinta yang menjadikan bunga abadi ini menjadi salah satu hadiah spesial bagi pasangannya. Konon, hal itu dimaksudkan agar cintanya abadi.


Mmm.., kalau bicara mengenai mitos memang susah, meskipun terkadang itu tidak masuk akal. Tapi di lain sisi, ketika posisi kita telah menjadi korbannya, justru sebaliknya, “Mitos mampu mengalahkan sebuah logika dan keyakinan”. Nggak percaya? Coba deh tanyain ke teman-teman kamu mengenai hal ini. Atau mungkin diantara kamu memiliki cerita tersendiri mengenai mitos ini.

Siapa yang nggak tahu bunga edelweis, atau banyak orang yang memberikan istilah dengan bunga abadi. Kalau dilihat dari bentuknya bunga ini sangat cantik, dan di balik kecantikannya itu tersimpan makna ataupun mitos yang cukup banyak mempercayainya. Butuh perjuangan untuk mendapatkannya, karena bunga yang satu ini biasanya tumbuh di puncak-puncak atau lereng-lereng gunung.

Oleh karena itu kamu bisa membayangkan betapa susahnya untuk bisa memetik si bunga abadi ini. Orang bilang, “Untuk mendapatkan bunga edelweis yang indah, maka semakin besar resiko yang dihadapi”, karena nyawa adalah tantangannya. Mengingat bahwa bunga edelweis telah menjadi bunga yang langka dan dilindungi, razia juga salah satu resiko yang harus ditanggung.
Photobucket
Tapi.., fenomena yang ada sekarang ini justru mengharuskan kita agar dapat bijaksana dan membuat benang merah agar bunga edelweis tetap ada sebagai pelepas dahaga jika seandainya suatu saat kita berdiri di sebuah puncak yang tinggi, dimana sekeliling kita adalah hamparan bunga abadi ini. Save Edelweis!



So, kalau pacar kamu bertanya, “Kenapa kamu (tiba-tiba) nggak suka bunga edelweis? Bukankah itu bunga abadi yang bisa membuat cinta kita abadi seperti bunga edelweis?”. Cari alasan lain aja deh, yaa.. mungkin kamu bisa bilang, “Bunga itu terlalu indah untukku..”, “Aku gak tega melihatnya, karena hanya bunga ini puncak dan lembah di pegunungan menjadi indah..”, atau, “Cinta kita akan lebih indah dan abadi jika kamu memberikan bunga bank..”. Bagi yang percaya bahwa bunga edelweis bisa membuat cinta kamu abadi, akan lebih bijaksana kalau kamu justru membiarkan bunga itu tumbuh dan abadi sesuai pada tempatnya.

Photobucket
Kamu tidak akan pernah mendapatkan cinta abadi (dari sekuntum bunga abadi), tapi adalah cinta sejati (juga bukan dari sekuntum bunga Edelweis). Dan kamu justru tidak akan mendapatkan keduanya jika kamu tidak meyakini bahwa yang sedang kamu rasakan.

sumber : www.aenze.blogspot.com

Rabu, 29 April 2015

Tak Apa Bila Aku Seperti Dandelion Dan Edelweis

apa kalian tahu bunga dandelion dan edelweis? Ya. Mereka memang jenis bunga liar. Tumbuh bebas, tak terurus. Tapi merekalah yang aku jadi


kan contoh untuk mebuat aku terus semangat dan terus berjuang untuk hidup.
Aku ingin seperti mereka. Seperti edelweis yang selalu abadi meski ia telah dipetik. Seperti dandelion yang kuat, yang tetap bertahan hidup meski ia di injak, meski ia tumbuh ditempat yang gersang. Mungkin bagi banyak orang mereka bukanlah bunga yang menarik. Tumbuh diantara rerumputan liar, di celah antar batu-batu,tanpa mahkota indah yang bisa menarik kumbang untuk hinggap. Namun bagikku mereka adalah inspirasi. Bunga-bunga itu menginspirasiku agar kuat dan tegar dalam menjalani hidup. Mungkin bentuknya tak semenarik mawar ataupun anggrek, dan tak seharum melati tapi mereka adalah bunga yang penuh ketegaran dan keabadian. Sungguh, aku ingin seperti mereka.


DANDELION
Bunga Dandelion atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bunga Randa Tapak masih termasuk dalam genus Taraxacum dari family Asteraceae. Bunga Dandelion sendiri berasal dari benua Eropa dan Asia. Bunga Dandelion dapat hidup disegala tempat, dimanapun angin yang membawa benih Dandelion berhenti, disitulah Dandelion akan tumbuh. Secara fisik, Dandelion tidak menarik. Mungkin karena bentuknya yang aneh dengan tangkai yang kelihatannya rapuh. Namun Dandelion sebenarnya banyak mengajarkan kepada manusia (bagi yang mengerti) tentang arti hidup sesungguhnya. Saya akan menjelaskan sedikit makna kehidupan yang dapat kita contoh dari Bunga Dandelion.

Bunga dandelion dengan tangkainya yang kecil dan sederhana dapat tumbuh di mana saja, tergantung dimana benihnya jatuh. Serpihan-serpihan kecil bunganya yang ringan akan terbang terbawa angin dan menyebar kemana pun ia mau, yang akhirnya akan tumbuh menjadi bunga baru di tempat ia jatuh dan membawa kehidupan baru.

Bunga dandelion, terlihat sangat rapuh, namun sangat kuat, sangat indah, dan memiliki arti yang dalam. Kuat menentang angin, terbang tinggi dan menjelajah angkasa, dan akhirnya hingga di suatu tempat untuk tumbuh menjadi kehidupan baru.

Ya, itulah inti dari kehidupan bunga dandelion yang menyimpan arti yang cukup dalam. Terbang tinggi dan menjelajah angkasa, maksudnya tetap berusaha untuk mengejar dan menggapai cita-cita kita yang mungkin akan berbatu-batu jalannya, namun tidak berhenti untuk mengejar cita-cita tersebut. Jatuh di suatu tempat dan membawa kehidupan baru maksudnya, perbaikilah kondisi lingkungan dimana pun kita berada, bawalah kebahagiaan dimanapun kita berada.

Makna keindahan dari Bunga Dandelion, merupakan salah satu bunga yang paling kusukai. Dandelion adalah bunga liar yang bisa tumbuh di halaman rumah, padang rumput yang luas atau di berbagai tempat.

Mungkin tidak banyak orang yang menganggap keberadaan dandelion, karena bunga tersebut seringkali diabaikan. Tapi Dandelion mampu bertahan dalam segala cobaan. Walaupun bentuknya tidak seindah mawar merah,mungkin tidak harum seperti bunga melati, Tapi Dandelion dengan tangkai kecilnya yang sederhana. 

mampu memberikan banyak arti dalam kehidupan ini. Bisa memberikan kehidupan baru. Mungkin banyak yang tidak tahu hal tersebut.
Seiring waktu berjalan, bunga dandelion terus menumbuhkan bunga kecil di tubuhnya. Kemudian bunga-bunga kecil tersebut, akan terbang tinggi dan jauh dan tumbuh di tempat baru yang mereka singgahi. Dengan semua kepasrahannya untuk melepaskan bunga-bunga kecil terbang ke udara untuk kembali memberikan kehidupan yang baru. Kemudian ketika mengering, dandelion akan kembali tumbuh menjadi bunga yg lebih besar lagi. Setahap demi setahap. Itulah kehebatan Dandelion, yang bisa memberikan kehidupan di tempat baru. Dan sifatnya abadi.

Sosok Dandelion, adalah kuat meskipun tampak rapuh, tapi memiliki misi yang luas, dalam memberikan kehidupan baru di luar sana. Mampu terbang tinggi, menjelajah luas menentang angin, sampai akhirnya mendarat di tempat baru kemudian tumbuh menjadi jiwa yang baru.

Yang paling disukai, Dandelion terus terbang tinggi, maknanya berusaha mengejar cita-cita setinggi-tingginya. Kemudian mampu memberikan kehidupan baru di tempat yang baru, selalu tumbuh dan berkembang. Ingin menjadi Dandelion.
 
 
tbc.
 
sumber : berbagai sumber :D

Dayak Culture Tiwah Event

Tiwah Dayak Ceremony

Death, the Dayaks belief, is considered a migration from the world of the living to the hereafter. Basically, the death ritual is to honor the soul simultaneously as a means to lead the soul of the dead towards the hereafter. Therefore, for the Dayaks of Central Kalimantan especially the Ngaju, the death ritual, called Tiwah is considered of the utmost importance.
The Ngaju believe that the soul Liaw of the deceased person keeps lingering in the family's surroundings. Only after the ritual known as tiwah has been held is the soul free to travel to the hereafter, called Lewu Liaw or lewu tata.


The death ritual consits of two parts. First, the ceremony which is held immediately after a person's death. Second, the tiwah, which is to lead the soul to the other world and concludes the death ritual. Generally, this ceremony is held a year after the person's death. Commonly it is held after the harvest season when there are not much work to do and food stocks are available. However, since a lot of money is involved, most people usually wait until enough has been saved, or else organize the event collectively. The ceremony may last for week or a month, depending on the wealth of the family. The bones are collected and wrapped in a kakandin (red cloth, placed into a garantung gong), then stored in the Sandung, the special storage house. All the while, the gongs and drums are sounded and there is chanting. The Upo or ceremony leader, speaks a formula, which is repeated by the basirs of panumba that is, the members of the group perfoming the ritual. The drums are again beaten, in the rhythm that changes with the mood of the narration. First, the soul is awakened. Then, it is invited to put on proper clothes and offered various delicacies. It is also given a new name.




Finally, the soul is led to the belay entay (waiting house), which is found on pasahan raung hill (the coffin). After that, the Salumpuk liaw haring kaharingan are summoned from place named Balu Indu Rangkang. There are two souls representing the physical and the spiritual. The souls merge and travel to a place called Banama Nyaho. From there, the trip continues to Lewu Tata Panungkup.

During the tiwah ceremony people sing and dance with the remains of the dead during the night. All the people participate, men and women, old and young. The ceremony reaches its most dramatic stop during the slaughter of a buffalo as a sacrifice. If only one buffalo is killed, it is done a day before the cremation. If there are several, the killing maybe done either at once, or a day before cremation or one or a few at a time, until cremation takes places. The buffalo is killed with spears, by several people, taking turns. The animal is tied to the animals pala, called sapundu and cannot escape, while it's executioners aim their spears at its head and body.



The person who has the obligation to throw the first spear is the brother of the deceased. If he is indisposed, he can be represented by a cousin. After the buffalo is dead, members of family trample on the carcass later, the meat of buffalo will be shared. Commonly, the ceremony of cremation is held a day after the ceremony buffalo killing. A cleansing ceremony is held three of seven days after tiwah ceremony, to drive all the evil spirit away. All the utensils used in the tiwah are thrown away, because they are considered to be attached to those evil spirits. The cleansing ceremony is led by a balian.

sumber : http://www.borneotourgigant.com

Budaya, Tanah Kaya, Subur, Kalimantan Tengah




Kalimantan Tengah merupakan provinsi terbesar di Pulau Kalimantan, luasnya sekitar 253.800 km² dimana sebagian besar wilayahnya adalah hutan. Bagian utara adalah pegunungan yang sulit dijangkau, bagian tengahnya merupakan hutan tropis yang lebat. sedangkan wilayah selatan adalah rawa dengan banyak sungai. Iklim di Kalimantan panas dan lembab.

Kalimantan Tengah memiliki posisi geografisnya yang cukup strategis, berhadapan langsung dengan Laut Jawa dan berbatasan dengan provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur,

Di provinsi inilah Anda berkesempatan untuk berwisata alam di tempat yang tepat. Itu karena Kalimantan Tengah sangat kaya dengan cagar alamnya,  seperti di Bukit Raya dan kelompok Hutan Monumental Kotawaringin Timur, Bukit Sapat Hawung di Barito Utara, dan Merang di Kota Palangkaraya.

Selain itu ada juga suaka alam darat dan laut di Kotawaringin Barat. Air terjun Malau Besar dan Pauras di Barito Utara, Tangkiling di Palangkaraya. Pantai yang indah dan alami di Kotawaringin Barat, serta Ujung Pandaran di Kotawaringin Timur.

Orangutan merupakan hewan endemik yang masih banyak Anda dapat jumpai di Kalimantan Tengah khususnya Taman Nasional Tanjung

Puting dengan luas mencapai 300.000 Ha tepatnya di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan. Di sini juga terdapat hewan lain seperti beruang, landak, owa-owa, beruk, kera, bekantan, trenggiling, buaya, kukang, paus air tawar (tampahas), arwana, manjuhan, biota laut, penyu, bulus, burung rangkong, betet, dan lain-lain.

Kalimantan Tengah menawarkan kepada Anda pengalaman mengesankan berwisata alam, budaya, seni, dan wisata kuliner.

Sejarah

Awalnya Kalimantan Tengah merupakan bagian dari Kalimantan Selatan.

Kalimantan Tengah sudah ada selama ratusan tahun.

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu awal di Indonesia yang kemudian memeluk Islam dan berpusat dari Brunei Darussalam.

Abad ke-17, Belanda dan Inggris mulai menjajah daerah ini. Belanda menggunakan taktik divide et ampera, yaitu politik memecah belah untuk kemudian menguasai Kalimantan.  Suku-suku yang tersebar saling waspada satu sama lain hingga akhir abad ke-19, ketika Tumbang Anoy mengadakan perjanjian perdamaian di Hulu Kahayan, Kalimantan Tengah. Akhirnya Kalimantan Tengah dinyatakan sebagai provinsi pada tanggal 23 Mei 1957.

Transportasi



kalimantan tengah menggunakan jukung, kalotok, ces, getek, dll yang merupakan alat transportasi sungai yang banyak di gunakan di sungai kalimantan

 

 

Masyarakat dan Budaya

Orang Melayu, Dayak, dan Bugis mendominasi daerah ini. Beberapa keturunan orang Dayak masih tinggal dan terisolasi di belantara hutan.

Sebutan umum suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah adalah suku Dayak Ngaju karena yang paling dominan. Suku lainnya yang tinggal di pesisir adalah Banjar Melayu Pantai merupakan 24,20 % populasi. Di samping itu ada pula suku Jawa, Madura, Bugis dan lain-lain. Gabungan suku Dayak (Ngaju, Sampit, Maanyan, Bakumpai) mencapai 37,90%. Keturunan suku Dayak yang mendiami provinsi ini adalah orang Ngaju, Ot Danum dan Ma.

Bahasa daerah di Kalimantan Tengah terdiri dari puluhan, bahkan ratusan bahasa Dayak. Namun, dalam pergaulan sehari-hari, bahasa yang kerap digunakan adalah bahasa Dayak Ngaju, Dayak Maayan, Dayak Kapuas, bahasa Jawa, dan bahasa Banjar.

Suku Dayak dikenal dengan “Rumah Betang” sebuah rumah besar yang dihuni beberapa keluarga sekaligus secara turun-temurun. Karena itulah kekerabatan mereka sangat erat dan menjadi unsur dominan keberlangsungan kebudayaan unik ini.

Kuliner



Kuliner makanan Palangkaraya itu didominasi oleh masakan khas Banjar dan khas Dayak, selain ada juga olahan masakan khas Jawa. Menu khas Dayak yang terkenal yaitu umbut rotan dan daun singkong bersantan.

Anda mungkin belum pernah mencoba makanan yang terbuat dari rotan. Anda tidak perlu  memiliki gigi yang kuat untuk mengunyah sesuatu yang biasanya digunakan untuk untuk membuat furniture. Rotan yang masih sangat muda dan lunak serta lapisan luarnya dibuang. Lalu bagian dalam rotan yang masih muda itu dimasak bersama sayuran lain. Rasanya agak kenyal dan pahit, dan sebaiknya dimakan dengan ikan.

Di Palangkaraya Anda akan dimanjakan dengan kuliner berbahan ikan rawa seperti gabus, tauman, mihau, kihung, kerandang, sepat siam, patung, biawan, pepuyu, sepat, sisili, kapar, serta beberapa ikan yang pastinya tidak Anda dapatkan di tempat lain.



sumber :http://www.indonesia.travel/id

Senin, 27 April 2015

pohon tak bernama

Di bawah pohon tak bernama itu
Kita berbicara tentang asa, cinta dan kehidupan
Terkadang kita menangis di bawahnya,
Terkadang kita juga tertawa
Kita mencoba teriak, tapi bukan menjerit
Namun suara itu tak urung keluar
Kita menangis lagi


Mungkinkah hanya pohon itu yang tahu tentang kita?
Tapi kenapa dia tidak ikut menangis?
Apa dia tidak punya rasa?
Cinta tolong jelaskan artimu pada pohon itu!
Biar dia tahu
Biar dia merasakan…
Biar dia ikut menangis
Biar dia tertawa


Biar pohon juga tahu tentang cinta

tidak, tidak .... tak ada





Rintik hujan turun perlahan
Gemericik air mengalir jatuhi dirinya
Membasahi tiap sela yang ada di muka bumi
Dalam hati bertanya?
Hmmm...
Mengapa sekarang aku berada di sini
Dengan orang-orang yang baru kukenal.
Aku lelah berkenalan
Aku lelah mengenal kalian
BUKAN. Bukan ku tak ingin bersahabat
Tapi aku harus mengulang lagi.
Ya mengulang lagi dari awal.
Mencoba menyesuaikan diri.
Yaa.. perubahan itu pasti terjadi dalam kehidupan.
Tapi di kondisi seperti ini aku mengulang proses penyesuaian
Untuk membuat kalian menerima ku.
Kuingin kalian menerima ku.
Kuingin kalian menerima kekurangan ku,
kekurangan?
apa kekurangan mu?
kulihat kau hampir sempurna?
ya,, tampat nya begitu tapi kau tak tau apa yang bergejolak di batin ini?
berawal dari kata-kata.
hanya kata-kata yang keluar dari bibir yang tak berdaya.
cibiran kalian.
Cibiran-cibiran kecil yang untuk kalian
Hanyalah hal kecil dan sepele.
entrah kalian menganggap itu hanyalah gurauan, candaan,
tapi kalian tak mengerti makna yang terirat dari setiap kata yang terucap dari bibir kalian
Namun, itu bagaikan membuka luka lama.
Luka yang belum kering,
Luka yang belum sembuh.
Luka yang tergores sejak masa kecil...
Masa kanak-kanak.
Masa seharusnya ada keceriaan.
Ada pengharapan, sukacita.. namun sudah terukir sebuah luka.
Berat dan perih...
membuka diri dan keterbukaan?
perlu waktu lama untuk meyakinkan diri.
hanya sedikit rasa kepercayaan ini.
saat ku buka diri kalian menganggapku alien.
aneh, berbeda, mungklin langka. heh?
...
Setiap kali berganti tempat baru.
Tempat yang memang berbeda, dan orang yang pastinya berbeda,
Tiap kali itu pulalah luka itu terus terbuka dan bahkan makin membesar.
Coba kutahan.... Coba ku kuatkan diri..
Laksana air dalam tempayan yang terisi tetes air hujan.
Yang kian meluap dan tumpah...                                  
Timbul pertanyaan dalam benakku...?
???
Apakah aku tak perlu berteman, tak perlu bersahabat?
tertutup, pendiam, misterius, sombong....
“apatis” mungkin saja kata itu yang keluar dari mulut kalian.
Atau aku harus mengakrabkan diri?
Ah, tidak tidak, aku takut dan ragu
Luka ini belum sembuh,belum kering.
Tak ingin luka ini makin membesar.
Aku takut kita dekat, lalu kalian menjauh.
....
Diam...
....
Hanya diam itu yang bisa kulakukan
Tak ada perlawanan yang berarti yang mampu kulakukan.
Cibiran, candaan yang menyayat hati...
Aku ingin berontak pada diri ini seakan
Aku terjerat dalam rantai pengucilan...
Hah? Pengucilan? Perasaan kusaja.
Atau aku yang mengucilkandiri.
Ah.. sudah lah... diam..
Diam yang tak berarti..
Tetap saja begitu..
Aku bertanya?
Ini adalah kelebihan atau kekurangan?
Jika ini kelebihanku mengapa harus menyakitkan dan harus jiwa yang tersakiti,
kenapa tidak raga ini saja.. toh.. raga ini akan sembuh seiring waktu..
ya,, ini adalah kekuranganku..
kekurangan ku
yang belum bisa berdamai dengan diri.
kekuranganku
yang tak bisa mensyukuri diri ku

AnonymouS